Selasa, 11 Mei 2010



"Menyelamatkan Korban UN 2010"


SUKA cita mewarnai pengumuman hasil ujian nasional (UN). Siswa yang dinyatakan lulus UN meluapkan kegembiraan dengan berbagai aksi unik. Ada yang coret-coret baju seragam dengan spidol. Ada juga yang langsung sujud syukur dan bahkan ada yang menangis.

Namun, di tengah aksi suka cita tersebut, masih ada sebagian siswa lain yang tidak lulus UN. Mereka tampak pucat, lemas, dan ada juga yang pingsan. Mereka sepertinya tidak kuasa menahan kesedihan mendalam akibat dinyatakan tidak lulus UN.

Tahun ini menurut Kementerian Pendidikan Nasional, dari 1.522.162 peserta UN tingkat sekolah menengah atas dan madrasah aliyah, 154.079 siswa di antaranya, atau sekitar 10,12 persen tidak lulus. Siswa-siswa tersebut harus mengikuti UN ulangan yang diselenggarakan pada 10-14 Mei 2010.

Secara nasional tingkat kelulusan UN tingkat SMA dan MA menurun dibandingkan pada 2009. Pada 2009, tingkat kelulusan UN SMA/MA 95,05 persen, sedangkan tahun ini 89,61 persen.

Dari data hasil UN 2010, jumlah paling banyak siswa yang tidak lulus dan harus mengikuti UN ulangan ada di Daerah Istimewa Jogjakarta (23,7 persen), Kalimantan Tengah (39 persen), Kalimantan Timur (30,53 persen), Nusa Tenggara Timur (52,08 persen), dan Gorontalo (46,22 persen). Adapun persentase siswa yang paling banyak lulus ada di Bali (97,18 persen), Jawa Barat (97,03 persen), Jawa Timur (96,69 persen), dan Sumatera Utara (95,85 persen).

Meskipun terjadi penurunan tingkat kelulusan, menurut Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, terjadi peningkatan nilai rata-rata dari 7,25 pada 2009 menjadi 7,29 pada tahun ini.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana menyelamatkan lima persen siswa yang dinyatakan tidak lulus UN?

Membesarkan Hati

Tingginya tingkat ketidaklulusan UN sudah saatnya menjadi perhatian semua pihak. Artinya, kesedihan siswa yang dinyatakan tidak lulus UN sudah saatnya dicegah agar tidak berlarut-larut. Sebab, berdasarkan pengalaman tahun kemarin, di beberapa daerah ada siswa yang stres dan bahkan nekat bunuh diri akibat tidak lulus UN.

Peristiwa tersebut tentu tidak kita inginkan. Maka, guna mengurangi beban siswa yang tidak lulus UN, beberapa hal perlu dilakukan. Pertama, orang tua sudah saatnya sadar dan tidak mengolok anaknya sendiri. Orang tua sudah saatnya merangkul dan memberikan dorongan atau motivasi bahwa ketidaklulusan dalam menempuh UN bukanlah segalanya. Masih ada jalan lain untuk lulus UN dengan mengikuti UN ulangan. Jika UANS ulangan pun nanti gagal, masih banyak jalan melanjutkan jenjang pendidikan atau mendapatkan sertifikat setara dengan jenjang pendidikan tingkat SMA. Yaitu, dengan mengikuti Kejar Paket C.

Orang tua berkewajiban memantau dan membesarkan hati anak-anaknya. Dengan belaian kasih sayang orang tua, siswa akan merasa nyaman dan tenteram, walaupun tidak lulus UN.

Bukan Kiamat

Kedua, peran serta pendidik (guru). Guru di sekolah juga perlu merangkul siswanya yang tidak lulus UN. Guru dan pihak sekolah harus memberikan perhatian ekstra kepada mereka. Dorongan dan motivasi guru agar siswa tetap bersemangat menatap masa depan penting artinya. Guru juga perlu memberikan informasi bagaimana cara mendaftar menjadi peserta UN ulangan. Guru seyogianya mengantarkan atau segera mendaftarkan siswanya untuk mengikuti program ini.

Guru dan pihak sekolah perlu memberikan pelajaran tambahan bagi siswa yang tidak lulus UN. Hal ini penting guna menghadapi UN ulangan.

Lebih lanjut guru dan pihak sekolah perlu memberi tahu siswa bahwa hasil UN bukanlah satu-satunya penentu kelulusan. Siswa perlu dipahamkan bahwa masih ada nilai ujian sekolah yang dapat menutup nilai UN. Tidak lulus UN bukanlah kiamat.

Perhatian ini akan semakin "mempersempit" gerak siswa yang depresi akibat tidak lulus UN. Perhatian ini adalah bukti nyata cinta kasih guru terhadap muridnya.

Dengan perhatian ini pula, siswa tidak langsung putus asa dan terpaksa tidak mendapatkan ijazah SMA. Hal ini karena, dalam beberapa kasus, siswa yang tidak lulus biasanya langsung pergi ke luar kota untuk mencari pekerjaan dan meninggalkan segala cita-cita yang pernah diimpikan.

Ketiga, peran serta masyarakat untuk tidak mengolok-olok warganya yang tidak lulus. Sebuah kasus menimpa tetangga saya. Ketika dinyatakan tidak lulus UN tahun lalu, dia lebih senang menyendiri dan mengurung diri di dalam rumah. Tidak jelas apa yang dia kerjakan. Mungkin dia malu keluar rumah karena masyarakat pasti akan mencibir dan mengoloknya.

Masyarakat sebagai keluarga kedua bagi siswa, sudah seharusnya turut sedih atas tidak lulusnya anggotanya. Dia juga berkewajiban, membesarkan hati anggota masyarakatnya agar tidak larut dalam kesedihan. Sapaan atau teguran antarsesama anggota masyarakat akan sangat berarti bagi perkembangan psikis siswa yang tidak lulus UN.

Bahan Evaluasi

Keempat adalah peran serta pemerintah pusat maupun daerah. Pemerintah daerah melalui dinas pendidikan sudah saatnya mencatat dan mendata siswa di wilayahnya yang tidak lulus UN. Hal ini penting guna bahan evaluasi sistem pendidikan di daerah. Misalnya, untuk meningkatkan fasilitas pendidikan, kualitas guru, dan atau sistem rekrutmen guru baru.

''Korban'' UN juga merupakan calon pemimpin bangsa. Mereka adalah anak muda tulang punggung bangsa dan negara. Maka dari itu, menyelamatkan ''korban'' UN adalah bentuk menyelamatkan masa depan bangsa dari keterpurukan.

sumber : Ditulis oleh Benni Setiawan , Kamis, 29 April 2010 08:09

Senin, 22 Maret 2010


KontroVersi UNAS 2010.....

Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang meminta pemerintah meninjau kembali pelaksanaan unas (ujian nasional) memunculkan pertanyaan apakah unas tahun depan (2010) tetap dilaksanakan atau dibatalkan. Menanggapi hal ini, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menegaskan, sebaiknya sekolah tetap menyiapkan murid-muridnya untuk menghadapi Unas 2010.

''Selama keputusan akhir belum ada, persiapan unas berlangsung apa adanya. Sekolah tetap mempersiapkan siswanya. Perkara nanti, kurang sehari pelaksanaan unas, kemudian harus dihentikan karena keputusannya demikian, ya akan kita patuhi,'' katanya.

Kepada wartawan kemarin, Nuh kembali menegaskan sikap pemerintah yang tetap menghormati keputusan MA. ''Tapi, sampai sekarang saja saya belum melihat dan membaca bunyi putusan itu,'' ujarnya ketika jumpa pers di Depdiknas kemarin sore (26/11).

Seperti diberitakan, MA memutuskan menolak kasasi perkara unas yang diajukan pemerintah melalui info perkara bernomor register 2596 K/PDT/2008. Perkara gugatan warga negara atau citizen law suit yang diajukan Kristiono tersebut diputus pada 14 September lalu.

Majelis hakim memutuskan mengabulkan gugatan subsider para penggugat dan menyatakan bahwa tergugat presiden RI, wakil presiden RI, Mendiknas, dan ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia terhadap para warga yang menjadi korban unas. Khususnya, hak atas pendidikan dan hak-hak anak.

Putusan itu juga meminta tergugat meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi yang lengkap di seluruh daerah, sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan unas lebih lanjut. Para tergugat juga diperintahkan meninjau kembali sistem pendidikan nasional. Selain itu, majelis hakim menghukum para tergugat membayar biaya perkara Rp 374.000.

Putusan kasasi itu sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 6 Desember 2007 yang juga menolak permohonan pemerintah.

"Kami sepenuhnya patuh terhadap keputusan lembaga negara dan siap menjalankannya. Demikian juga jika ada jalur hukum lain setelah kasasi ditolak. Sebab, menurut para ahli hukum, masih ada langkah untuk mengajukan PK (peninjauan kembali),'' tandas Nuh. Karena itu, saat ini Depdiknas berancang-ancang mengajukan PK dan menunggu hasil akhir keputusan tersebut.

Nuh menjelaskan, pemerintah mencoba memahami putusaan kasasi yang dikeluarkan MA terkait keputusan pengadilan tinggi (PT) pada 3 Mei 2007 lalu itu. Ada enam poin keputusan itu. Namun, kata Nuh, tak satu pun dari poin tersebut yang menyebut larangan digelarnya unas. "Kalau melihat keputusan itu (di tingkat PT), tidak ada satu kata pun yang menyatakan tentang dilarangnya pemerintah melaksanakan unas,'' jelas Nuh.

Yang ada, kata Nuh, pemerintah diminta meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, dan akses informasi yang lengkap di seluruh daerah sebelum melaksanakan unas. ''Juga meminta tergugat mengambil langkah-langkah konkret dalam mengatasi gangguan psikologi dan mental peserta didik akibat unas,'' ujarnya.

Terkait perintah itu, Nuh menjelaskan, Depdiknas telah melakukan berbagai peningkatan kualitas guru. ''Dalam waktu tiga tahun ini ya pasti ada peningkatan. Seperti, sertifikasi dan pemberian kesejahteraan guru,'' tuturnya.

Demikian pula perbaikan sarana dan prasarana sekolah. ''Kalau berbicara tentang kualitas, tidak pernah selesai. Kalau guru sudah S-1 semua, akan ada tuntutan harus S-2. Jadi, nggak pernah selesai. Karena itu, peningkatan kualitas guru terus dilakukan,'' ungkapnya.

Terkait pemulihan psikologi peserta didik, kata Nuh, pihaknya telah mengeluarkan Permendiknas No 75/2009 tentang ujian nasional yang mengatur adanya ujian ulang. ''Artinya, ini memberikan kesempatan pada siswa yang tidak lulus untuk ikut ujian lagi dan mendapat ijazah formal. Kalau dulu, hanya bisa ikut ujian kesetaraan,'' jelasnya.

Nuh menambahkan, menyusul keputusan tersebut Depdiknas bakal melakukan perubahan terkait pelaksanaan unas 2010. ''Perubahan itu bukan karena adanya keputusan MA. Tapi, bagian dari upaya perbaikan yang selama ini dikeluhkan masyarakat,'' ujar mantan rektor ITS itu. Hal itu terutama menyangkut perbaikan pelaksanaan ujian tersebut.

Nuh menegaskan, unas bukan satu-satunya penentu kelulusan. "Tetap yang menentukan kelulusan adalah sekolah atau guru. Artinya, jika ada peserta didik yang memperoleh nilai 10, tapi menurut gurunya peserta didik itu tidak lulus, dia tidak lulus," katanya. Hasil unas, kata Nuh, digunakan antara lain untuk pemetaan mutu satuan pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, indikator pemberian bantuan kepada sekolah, dan penentu kelulusan peserta didik.

(sumber: Harian Pagi Jawa Pos)

Kamis, 04 Maret 2010

കുചിംഗ് ഇകുറ്റ് ഉസ്യവരഹ്....


sejarah telah mencetuskan bahwa yang ada sebuah kucing perempuan yang bernama melki......
kucing tersebut adalah kucing pertama yang mengikuti permusyawaratan tingkat provinsi. tepatnya di Provinsi Jawa Timur dan kucing tersebut mgengikuti permusyawaratan dengan santainya sambil garuk-garuk ketiaknya saking seriusnya.....
bahkan kucing tersebut mengikuti dengan seksama apa yang disampaikan oleh Pimpinan Sidang......
Tidak ada kucing di Dunia ini yang pernah mengiktui permusyawaratan tingkat Provinsi Kecuali kucing yang satu ini....
Sehingga kucing ini diberi penghargaan oleh banyak perserta yang datang......